Kamis, 07 April 2016

Salahkah Wartawan Memberitakan Sonya Depari?

Kasus yang menimpa Sonya, dari hanya sebuah spontanitas untuk menjadi pahlawan bagi teman-temannya agar mobil yang ditumpangi tidak ditilang polisi, hingga musibah berpulangnya sang bapak kandung Sonya Depari, Makmur Depari, sungguh membuat miris dan mengurut dada.

Saya rasa, tidak harus menunggu komentar psikolog dulu untuk mengetahui kondisi remaja yang pada Rabu (6/4) lalu sedang merayakan berakhirnya masa ujian akhir, di tengah jalan mendapat hadangan dari aparat yang menertipkan lalu lintas, kemudian bertindak sebagai pahlawan bagi teman-temannya agar mobil yang ditumpangi tidak ditilang, meski harus menjual nama 'Arman Depari', adik ayahnya. Begitulah 'Darah Muda'.



Sebagai mantan wartawan, saya sangat paham betul bahwa polisi mengagendakan, bahkan menyiagakan pasukan untuk menertibkan konvoi yang rutin terjadi setiap tahun, dan tidak jarang diikuti dengan aksi-aksi nekad sebagai bentuk euforia. Di sisi lain, kuli tinta juga mempersiapkan diri untuk membuat laporan yang menarik untuk disajikan kepada pembaca/penonton/pendengar lengkap dengan alat tempur seperti camera, pena, dan smart phone baik untuk merekam suara maupun gambar sebagai penguat berita. 

Kejadian seorang model yang selama ini dikenal manis di atas catwalk, tiba-tiba mengaku anak seorang petinggi BNN, Arman Depari, diikuti dengan aksi 'songong' yang mengancam polwan, tentu menjadi berita hangat dan akan dipilih menjadi salah satu berita 'hot' yang bisa meningkatkan daya tarik pembaca.
Dari segi berita, dalam hal ini wartawan menyajikan sesuai fakta yang ada di lapangan, di dukung dengan bukti video yang dimiliki wartawan. Pemberitaan akan semakin kuat.

Namun, malang tak dapat ditolak, buntut dari pemberitaan disertai tersiarnya video itu justru berakhir duka di keluarga Depari. Peristiwa yang sangat disesalkan, namun telah terjadi, dan tidak bisa dikembalikan seperti semula.

Apakah dalam hal ini wartawan patut dipersalahkan karena memuat berita Sonya? Bisa ya, bisa tidak. Bisa ya, apabila Sonya anak di bawah umur. Namun saya belum mengetahui apakah Sonya di bawah 16 tahun atau sudah 17 tahun, saya rasa sudah 17 tahun. Pengalaman saya sebagai editor di media cetak, biasanya Pemred atau Redpel akan memerintahkan untuk memblur wajah anak yang masih usia sekolah apabila berita yang dimuat bernilai negatif atau berita yang tidak baik, untuk menjaga anak tersebut dari hal-hal yang tidak diinginkan di lingkungannya.

Sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik
Pasal 1:
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
 
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

Untuk lebih lanjut, bisa membuka web Dewan Pers Nasional-Kode Etik Jurnalistik: http://dewanpers.or.id/peraturan/detail/190/kode-etik-jurnalistik#

 Jelaslah sudah bahwa dalam hal ini pers telah memberitakan sesuai kode etiknya. Pers telah melakukan kroscek kepada pihak-pihak terkait, terutama Arman Depari.

Sekali lagi, berita ini menjadi hangat karena menyeret nama petinggi Polri serta aksi 'heroik' yang tidak baik untuk ditiru, meskipun sebenarnya aksi-aksi seperti ini banyak terjadi. Silahkan saja tanya kepada polisi lalu lintas yang Anda kenal, mereka memiliki cerita yang beragam, tapi saya yakin tidak semua cerita bisa mereka bagikan.

Dengan kejadian ini, tinggal dikembalikan kepada media apakah video yang menampilkan wajah Sonya masih dibiarkan tanpa sensor atau disensor. Karena diakui atau tidak, akibat pemberitaan ini telah menimbulkan tanggapan beragam dari masyarakat. Yang sayangnya tanggapan itu diikuti proses pembulian yang tentunya melukai perasaan keluarga besarnya.

Sebagai masyarakat, sebaiknya kita bijak dalam menyikapi pemberitaan dan bisa menahan diri untuk mengeluarkan komentar-komentar yang bisa melukai perasaan orang. Jadikan ini pembelajaran bagi kita, ambil sisi positifnya, tinggalkan hal-hal yang buruk, hal yang tidak pantas ditiru.

2 komentar:

Rina mengatakan...

jadi penasaran umur nya dia brp, kalau benar dibawah 17, media banyak yg melanggar kode etik dong ya

Iqbal Rois Kaimudin mengatakan...

Wow gitu ya ternyata...

Jalankemanagitu.com